Sapa sich yg gak kenal dengan yg nama-nya gelar Miss Universe atau Miss World?
Qra-qra... apa bedanya yah?
Yang satu Ratu Sejagad (dari galaksi Bimasakti mpe Andromeda), yang satu lagi Ratu Dunia (dari kutub Utara sampe kutub Selatan)?
Kabare, penilaian 'Sang Ratu' ini di dasarkan pada 3 B, Brain (gak lemot), Beauty (gak malu-maluin kalo di bawa ke undangan) and Behavior (gak kentut sembarangan,huehue...). Dan rata-rata mereka selalu menyeruakan ' ..... and World Peace',, hmm.... membuat aq teringat dg filmnya Sandra Bullock, Miss Cogniality (bner gak sich nulisnya?heheee)
Believe it or not, banyak gadis belia yang pengen ikutan acara kayak beginian. Di Indonesia aja, setiap pemilihan Putri Indonesia ataupun Miss Indonesia, yang ikutan audisinya bwanyaaaaaakkkk....... bner. Sampe-sampe pasien Ponari aja kalah jumlah. Banyak gadis belia yang rela diet, olahraga berlebih a.k.a lebay demi mendapatkan body langseng eh,, langsing. Kalo boleh aq meminjam kata-kata dari sebuah film, hmm... nampaknya, jutaan gadis rela mati untuk bisa mengikuti ajang pemilihan raratuan ini....
Tapi,
aq di sini bkan mau membahas kontrovensi hwebhat seputar ajang raratuan ini ataupun filmnya Sandra Bullock. Aq di sini hanya ingin memngingatkan teman2 terutama para cewek (tapi cowok juga harus tau) bahwa, ada 4 orang wanita yang SEHARUSNYA di jadikan contoh bagi para cewek di dunia ini. Siapa sajakah mereka?
1. ASIYAH BINTI MUZAHIM
Entah kenapa cerita tentang tokoh hebat satu ini relatif kurang “disosialisasikan”, jadi mungkin tak terlalu mengejutkan seandainya ternyata tidak banyak orang yang kenal siapa Asiyah (bukan Aisyah). Sayang sekali sebenarnya, karena sebenarnya dia adalah wanita hebat dunia akhirat (aq nge fans berat!!!).
Di dunia, Asiyah adalah istri salah satu raja yang paling berkuasa, kaya dan perkasa sepanjang sejarah manusia: Fir’aun. Dia juga ibu angkat yang sangat pengasih dari salah seorang Nabi besar: Musa AS. Dalam ukuran “duniawi” tidak ada yang perlu membantah “kemuliaannya”. Tetapi kemuliaan duniawinya ini tidak lantas membuatnya lupa diri.
Di tengah gelimang harta dan rizki duniawi lainnya, Asiyah tetaplah seorang wanita dengan hati yang lembut tapi teguh. Hati lembut yang mampu menangkap getaran “kebenaran Ilahi” yang alhamdulilah mengantarkannya sebagai salah satu orang pertama yang beriman kepada Tuhannya Musa dan Harun. Dan hatinya yang teguh membuat keimanannya tak tergores sedikitpun walaupun dia harus tinggal di tengah-tengah pusat kemaksiatan dan pengingkaran kepada Allah, bahkan menjadi pendamping hidup orang yang dikenal sebagai pembangkang Allah terkeras sepanjang masa.
Entah berapa kali Asiyah harus memendam sakit hati dan kejengkelannya tiap kali melihat polah Fir’aun menantang dan menghina Tuhannya. Mungkin sama jengkelnya dengan kita terhadap publikasi kartun-kartun yang mencemooh Rasulullah SAW, lagak “tak bersalah” si penerbitnya, dan tingkah para pendukungnya yang di antaranya mengatakan agar kartun itu diterbitkan saja tiap hari selama seminggu supaya umat Islam jadi “terbiasa”. Bedanya, saat ini kita masih bisa mengekspresikan kemarahan kita, sementara Asiyah harus menyembunyikannya karena mengikuti anjuran Musa yang mengkhawatirkan keselamatan ibu angkat yang disayanginya.
Memang bukan hal gampang menjadi “orang suci di sarang penyamun” macam ini. Di samping harus siap “makan hati” terus-terusan, Asiyah pun harus melalui hari-hari penuh perjuangan untuk tetap konsisten walaupun begitu banyak “godaan” di sekitarnya. Coba kalau kita ingat, berapa banyak orang yang kita tahu telah “berubah” karena lingkungan. Bahkan kadang kita pun merasakan sendiri betapa sulitnya untuk tetap “konsisten” sendirian terhadap nilai-nilai yang kita anut pada saat kita hidup di tengah masyarakat yang menganut nilai yang berbeda, bner ga?
Kalau saja bukan karena cinta Asiyah yang begitu besar kepada Tuhannya, mungkin pertahanannya akan runtuh. Kenyataannya, ikatan emosional yang begitu kuat kepada Allah lah yang membuat dia bertahan, bahkan pada saat tersulit dalam hidupnya, yaitu menjelang akhir hayatnya, ketika dia disiksa dengan siksaan yang tak terbayangkan kejamnya oleh suaminya sendiri!
Hari penyiksaan itu terjadi ketika akhirnya Asiyah mendeklarasikan dengan lantang keimanannya kepada Allah di depan suaminya. Deklarasi penuh emosi ini terjadi setelah jiwa Asiyah begitu terguncang menyaksikan pembantaian atas Masyitah, juru sisir istana, beserta suami dan dua anak perempuannya yang masih kecil akibat penolakan mereka untuk mengakui Fir’aun sebagai tuhan.
“Kuperingatkan kau wahai Fir’aun dan kunyatakan bahwa Tuhanku, Sang Pencipta, Robb-ku, Allahku; dan Tuhanmu juga, Robb-mu, dan Allahmu; dan Tuhan Masyitah dan anak-anak itu; dan Tuhan langit dan bumi; adalah Allah yang satu, yang tak seorangpun sanggup menyamaiNya. Dia tak memiliki tandingan!!”
Harta, tahta, dan keselamatan nyawa adalah kenikmatan duniawi yang begitu sering dikejar-kejar manusia, bahkan dengan cara haram sekalipun. Sebagai istri Fir’aun, Asiyah memiliki semua itu dengan berlimpah. Tapi saat itu, dalam kemarahannya, dia seakan telah melemparkan semua itu ke muka Fir’aun.
Akibatnya, di atas lempengan batu yang sebelumnya dipakai untuk membantai keluarga Masyitah jugalah Asiyah akhirnya diikat dan ditindih dengan sebuah lempengan batu tipis yang di atasnya dinyalakan api. Lempengan batu tipis itu berubah menjadi semacam setrika besar yang ditindihkan di atas dada sang Ratu Mulia ini, yang perlahan-lahan membakar tubuhnya.
Waktu berjalan perlahan mengantarkan Asiyah mendekati kematiannya dengan cara yang sangat menyakitkan. Tapi segala siksaan keji yang menyakiti tubuh dan mengalirkan darahnya, maupun paksaan Fir’aun agar istrinya mengakuinya sebagai tuhan, tak bisa mengurangi sedikitpun cinta sang istri kepada Tuhannya.
“Api di atasku mulai membakar dan menghanguskan tubuhku, tapi api cinta yang sempurna dan tak terhingga kepada Allah menyala-nyala dengan lebih hebat di dalam tubuh ini.”
Dan pada detik-detik akhir hidupnya, dari bibir wanita mulia ini terucap sebuah doa dan pengharapan kepada Rabb yang begitu dicintainya:
“Ya Allah, bangunkanlah untukku sebuah rumah di sisiMu di surga…”
Allah telah menyaksikan perjuangan dan pengorbanan total wanita ini, dan Dia juga memerintahkan para malaikat untuk menjadi saksi atas ketulusan cinta Asiyah kepada Tuhannya. Dan ketika Asiyah mulai memejamkan mata menjemput ajalnya, Allah memerintahkan Jibril untuk menemuinya dan memperlihatkan kepadanya rumah yang telah disediakan untuk wanita agung ini di surga. Dan Asiyah pun akhirnya wafat dengan membawa kemenangan atas seorang tiran yang telah gagal memaksanya bertekuk lutut dan menghianati cinta sejatinya kepada Rabb-nya.
Sebenarnya, ada beberapa versi yang agak berbeda tentang siksaan apa yang harus ditanggung Asiyah pada akhir hidupnya. Sebagian menyatakan bahwa dia digantung. Sebagian lagi menyatakan bahwa dia diikat dan dicambuki sampai mati. Namun pada intinya, apapun siksaan yang telah dialaminya, itu tetap sebuah ujian yang sangat berat bagi manusia manapun juga. Dan “keberhasilan” Asiyah melalui ujian ini menunjukkan kepada kita apa arti “jatuh cinta” kepada Khalik yang sebenarnya. Tidak heran apabila nama Asiyah adalah salah satu dari sedikit nama yang “dimuliakan” Allah dalam Al Qur’an sebagai contoh “ideal” orang yang beriman:
“Dan Allah membuat istri Fir’aun perumpamaan bagi orang-orang yang beriman, ketika ia berkata, Ya Tuhanku, bangunkanlah untukku sebuah rumah disisi-Mu dalam surga, dan selamatkan aku dari Fir’aun dan perbuatannya, dan selamatkan aku dari kaum yang zalim.” - QS At Tahrim: 11
2. MARYAM BINTI IMRAAN
Maryam, wanita yang telah disucikan Allah, dilebihkan kedudukannya di atas seluruh wanita pada masa itu, dan dipilih olehNya untuk melahirkan seorang Nabi besar dari rahimnya melalui cara yang luar biasa.
Dan (ingatlah) ketika para malaikat berkata, Wahai Maryam! Sesungguhnya Allah telah memilihmu, mensucikanmu, dan melebihkanmu di atas segala wanita di seluruh alam (pada masa itu). QS Ali Imran (3): 42
Ada beberapa wanita mulia yang disinggung-singgung dalam Al Qurâan, namun Maryam lah satu-satunya wanita yang nama panggilannya diabadikan dalam AlQurân. Ada banyak rasul yang disebut Allah di dalam Al Qurân, tapi Isa ASlah satu-satunya rasul yang setiap kali namanya disebut hampir selalu diikuti oleh nama orang tuanya. Allah tidak menyebut Muhammad ibn Abdullah, Yahya ibn Zakaria, atau Yusuf ibn Yaqub dalam Al Quran, tapi Dia berkali-kali menyebut Isa ibn Maryam. Betapa Allah memuliakan wanita ini!
Untuk bisa memahami itu, kita harus mencoba melihat diri kita sendiri terlebih dulu. Kita, paling tidak , terus terang saja terkadang masih ada sedikit perasaan berat ketika harus mengerjakan beberapa ibadah, seperti sholat malam, puasa, bahkan terkadang sholat fardlu sekalipun! Astaghfirullah…. Kalau saja bukan karena ada rasa takut kepada Yang Maha Kuasa atau rindu akan ridha dan syafaatNya di akherat, mungkin sudah keteteran aja ibadah-ibadah itu. Naâudzubillahi mindzaliik…..
Perasaan-perasaan semacam itu sebenarnya bisa dijadikan bukti empirik betapa kuatnya godaan duniawi yang kita temui sehari-hari, dan betapa hal itu bisa mengalihkan konsentrasi kita pada hakekat hidup kita di dunia ini: mengumpulkan bekal yang (semoga) pantas untuk kita tukar dengan ridha dan ampunan Allah di akherat kelak.
Kalau kita tidak tahan banting atau takut pada sesuatu yang jauh lebih kuat dan besar dari seluruh isi bumi dan langit ini, mungkin hidup kita akan dipenuhi pengabaian ibadah kepadaNya. Karena itu, sebenarnya hari-hari yang kita lalui ini adalah hari-hari perjuangan mengendalikan nafsu duniawi agar tidak lalai pada keselamatan kita sendiri di akherat nanti; dan Maryam adalah seorang wanita yang selalu menang dalam perjuangan tersebut.
Sejak kecil hidup bagi Maryam adalah untuk mengabdi sepenuhnya kepada Tuhannya. Sepenuhnya, utuh, bulat-bulat. Ibaratnya, setiap tarikan nafasnya dia lakukan dalam keadaan beribadah dan tunduk kepada Allah. Tidak ada yang bisa mengalihkan perhatiannya dari Tuhannya, bahkan ketika dia mendapat ujian-ujian berat dariNya, seperti ketika harus hamil dan melahirkan tanpa seorang suami! Pelecehan masyarakat terhadap kesuciannya karena peristiwa tersebut adalah sebuah ujian yang begitu berat bagi seorang wanita yang keseriusannya dalam menjaga kesucian sulit dicari tandingannya.
Begitu juga ketika dia harus mendampingi perjuangan sulit anaknya, Isa AS. Mungkin kita bisa merasakan sendiri bagaimana kita seakan ikut sakit ketika anak kesayangan kita jatuh dan berdarah, atau ketika mereka meneteskan air mata karena ejekan atau penolakan teman-temannya. Jadi bisa dibayangkan betapa perihnya Maryam ketika melihat buah hatinya dimusuhi, ditolak, diejek, bahkan disakiti karena perjuangannya. Namun karena kesadarannya bahwa semua ini adalah demi Tuhannya yang dicintainya lebih dari apapun, ketundukannya kepada Allah tak tergores sedikitpun oleh ujian-ujian itu.
Subhana4W1.......
3. KHADIJAH BINTI KHUWALID
Khadijah adalah seorang pengusaha wanita yang sangat sukses dan terhormat di kalangan kaum Quraishy dengan kemampuan membaca pasar dan mengelola asset yang hebat. Walaupun dia masih tetap kaya pada masa-masa awal kehidupannya sebagai istri seorang pedagang kecil, dia rela untuk menjalani cara hidup yang sangat sederhana karena Muhammad SAW, suaminya, tidak ingin keluarganya hidup berlebihan pada saat banyak orang lain yang masih kekurangan. Tidak ada keluhan yang terucap dari bibirnya. Dia meyakini kemuliaan prinsip suaminya dan rela mengikutinya, walaupun dia harus meninggalkan semua kenyamanan yang pernah menghiasi kehidupannya sebelum itu.
Tak pula keluhan terucap ketika dia harus hidup bersama seorang suami yang sering pergi menyendiri ke Jabal Nur selama berhari-hari, meninggalkannya sendirian mengurusi anak-anaknya. Jangankan uring-uringan, Khadijah bahkan rela untuk menyiapkan makanan secara teratur dan mengantarkannya sendiri ke Jabal Nur. Jabal Nur adalah sebuah bukit batu cadas berpasir yang sangat sulit dan berbahaya untuk didaki; dan Khadijah telah mendakinya berulang kali sambil membawa makanan agar suaminya tidak kelaparan! Sepenuh hati dia berusaha “meringankan” beban suaminya yang saat itu sedang berusaha menemukan jawaban atas kegalauan spiritual dan kerinduannya yang dalam terhadap “Sesuatu” yang menjadi sumber dari segala kehidupan ini.
Tak terhitung juga berapa kekayaan Khadijah yang dia abdikan demi perjuangan suaminya menegakkan kalimat “laa ilaaha illallaah”. Sebagai istri seorang keturunan Hasyim, Khadijah bahkan kehilangan “segalanya” ketika kaum kafir Quraisy melakukan boikot kepada bani Hasyim dan bani Muthalib selama tiga tahun. Kekayaannya yang tersisa dia gunakan untuk membeli makanan secara diam-diam bagi para pengikut Rasulullah yang harus kelaparan karena mempertahankan iman mereka.
Walaupun dirinya seorang pengusaha, Khadijah tak menghitung pengorbanannya sebagai sebuah kerugian besar, karena dia yakin bahwa dia sedang melakukan jual-beli yang sangat menguntungkan dengan Sang Maha Kaya. Dia rela menukar semua kekayaan dan kesuksesannya dengan ridha Tuhannya.
Khadijah tidak hanya mengorbankan harta dan kesuksesannya saja. Jihad Muhammad SAW dihiasi dengan penolakan, penganiayaan, caci-maki, bahkan ancaman pembunuhan. Dan Khadijah tak pernah menjauh dari sisi suaminya dalam menapaki jalan terjal itu meski keselamatannya sendiri dan keluarganya menjadi taruhannya. Walaupun dia ikut menanggung “teror” mental maupun fisik dari musuh Muhammad, Khadijah pantang menampakkan kekuatiran dan ketakutan di wajahnya. Baginya, kegalauan di wajah bertentangan dengan tugasnya sebagai cahaya ketentraman bagi suaminya.
Lantas, apakah mengherankan kalau Muhammad SAW begitu mencintai dan menghormati istrinya ini. Beliau tak menikahi wanita lain selama bersama Khadijah. Sayangnya, hal ini sering “dilupakan” oleh para pengkritik kehidupan poligami Rasulullah.
Muhammad SAW pun begitu terpukul ketika “belahan jiwanya” ini wafat hanya beberapa saat setelah boikot Quraishy berakhir, pada tahun yang kemudian dikenal sebagai tahun ‘Aamul Huzni, tahun kesedihan Rasulullah SAW. Tampaknya, kelaparan dan beban psikologis selama masa boikot telah menggerogoti kesehatan wanita agung ini. Muhammad SAW mengurus sendiri jenazah Kesayangannya ini, dan mengantarkannya ke pembaringan terakhirnya di Mekkah dengan sebuah kalimat perpisahan: “Sebaik-baik wanita penghuni surga adalah Maryam binti Imran dan Khadijah binti Khuwailid”.
Ketika telah menikah dengan istri-istrinya yang lain sepeninggal Khadijah pun, tidak jarang Rasulullah SAW masih diliputi kenangan akan Khadijah yang terkadang terlontar dalam bentuk pujian-pujian. Dan hal ini sempat menimbulkan kecemburuan Aisyah: “Alangkah banyak yang kau ingat tentang si pipi merah itu, padahal engkau telah mendapatkan gantinya yang lebih baik dari dia.”
Wajah Muhammad SAW berubah merah padam mendengar protes itu. Dan biasanya hanya pada saat menerima wahyu saja wajah beliau akan menjadi semerah itu. Lalu beliau pun menjawab:
“Demi Allah, Allah belum menggantikannya dengan yang lebih baik dari dia. Dia telah beriman kepadaku ketika semua orang ingkar padaku, dia membenarkanku ketika orang-orang mendustakan, dia memberikan semua hartanya ketika orang-orang tak mau memberiku apa-apa, dan melaluinya Allah mengaruniakanku keturunan yang tidak diberikan oleh istri-istriku yang lain.” (HR Ahmad)
Khadijah ternyata tidak hanya menjadi istri yang paling dicintai Muhammad SAW. Sang Maha Agung dan Malaikat Jibril pun mencintai wanita mulia ini. Bahkan, melalui Jibril Allah telah menitipkan salamNya kepada Khadijah, Subhanallah!
“Wahai Rasulullah, inilah Khadijah, ia akan datang kepadamu dengan membawa tempat yang berisi makanan, lauk dan minuman. Apabila dia datang kepadamu, sampaikan salam kepadanya dari Tuhannya dan dariku.” (HR Bukhari & Muslim, dari Abu Hurairah)
Cinta Allah kepada wanita suci ini bahkan diwujudkanNya pula dengan sebuah rumah permata yang disediakan untuk Khadijah dalam surgaNya.
“Aku (Muhammad) diperintahkan untuk menyampaikan kabar gembira kepada Khadijah tentang sebuah rumah di surga dari permata dimana di dalamnya tiada keributan dan kepayahan.” (HR Ahmad, Abu Ya’la, ath-Thabrani, dari Abdullah bin Ja’far)
Betapa beruntungnya Khadijah mendapatkan cinta, salam, dan rumah permata di surga dari Tuhannya. Namun “keberuntungan” Khadijah ini bukan didapatnya dengan cuma-cuma; dia memperolehnya melalui perjuangan berat yang dilakukannya dengan ikhlas sampai akhir hayatnya. Hanya wanita hebat saja yang pantas diberi salam oleh Tuhannya.
-want read more about Khadijah? you can read : Khadijah - The True Love of Muhammad by Abdul Mun'im Muhammad-
4. FATIMAH BINTI RASULULLAH SAW
Andaikan kita adalah putri kesayangan seorang pemimpin nomer satu sebuah bangsa besar, kira-kira kehidupan seperti apa yang akan kita jalani? Hmm... pnya rumah mewah, mobil jaguar 5, helikopter 2, jet pribadi... lho?lho? koq jd ngayal berlebihan yah?heuheu....
Tapi bisa jadi tak banyak yang membayangkan kehidupan seperti yang pernah dijalani Fatimah Az-Zahra RA, putri kesayangan seorang pemimpin besar yang menempati urutan pertama tokoh paling berpengaruh di dunia sepanjang sejarah manusia.
Sejak kecil, Fatimah telah akrab dengan kelaparan yang harus dijalaninya demi cinta dan ketaatannya kepada Tuhannya dan ayahnya. Ketika Bani Hasyim dan Bani Muthalib diboikot dan dikucilkan oleh kaum Quraishy, mereka harus melalui hari-harinya selama tiga tahun dalam kelaparan. Diriwayatkan bahwa naluri keibuan Khadijah begitu perih melihat putri kecilnya kelaparan, “Kasihan engkau anakku, dalam usia begini muda engkau sudah harus merasakan penderitaan seberat ini.” Namun, tak disangka, si kecil menjawab, “Aku tidak apa-apa Bu, justru kami lah yang kuatir akan keadaan ibu.” Kalimat mengagumkan ini meluncur dari bibir mungil gadis cilik berusia lima tahun.
Ketika mulai dewasa pun “peruntungan materialnya” tidak berbeda. Fatimah dinikahkan dengan seorang pemuda miskin yang hanya bisa memberikan baju besinya sebagai mas kawin. Hanya saja, suaminya ini dikenal sebagai salah satu hamba Allah yang paling luas ilmunya, paling mula memeluk Islam, dan paling tinggi derajatnya di hadapanNya, bahkan telah dijamin masuk surga lewat jalur cepat sebagaimana istrinya. Fatimah juga telah mengenal Ali, suaminya, sejak kanak-kanak karena mereka tumbuh bersama dalam asuhan Muhammad dan Khadijah.
Kehidupan Fatimah sebagai anak pembesar memang tergolong “unik”. Dia tak mempunyai pembantu karena memang tak sanggup membayarnya. Dia menumbuk gandum sendiri tiap hari sampai tangannya lecet dan bajunya lusuh karenanya. Ali yang tidak tega melihat “penderitaan” istrinya menyuruh Fatimah menemui ayahnya untuk meminta seorang pembantu. Tapi Muhammad SAW, yang tidak ingin melihat ada anggota keluarganya hidup berlebih selama masih ada orang lain yang kekurangan, tidak mengabulkannya. Sebagai gantinya, ayahnya mengajarkan doa kepadanya agar dia dikuatkan dalam menghadapi hidup ini.
Ketika dia sakit Rasulullah menjenguk, “Apa yang kau rasakan anakku?” Putrinya menjawab, “Sakit ayah… dan aku juga merasa lapar karena tak ada makanan untuk dimakan.” Rasul menangis mendengarnya dan membesarkan hati putrinya, “Puaskah engkau anakku menjadi pemuka seluruh wanita di alam ini?”
Ketika ada seorang pengembara miskin mendatangi Rasul untuk meminta sedekah, Rasul menyuruhnya meminta kepada Fatimah karena beliau tidak punya apa-apa lagi saat itu untuk disedekahkan. Fatimah sebenarnya juga tak memiliki apa-apa untuk disedekahkan, sebelum akhirnya dia teringat pada kalungnya dan lantas memberikannya begitu saja kepada si pengembara sebagai sedekah.
Nampaknya Allah begitu ridha padha keikhlasan Fatimah, sehingga akhirnya kalung itu bisa kembali kepadanya setelah Abdurrahman bin Auf membelinya dari si pengembara dan memberikannya kepada Rasul beserta seorang budak, dan Rasul lantas memberikan kembali kalung itu ke Fatimah beserta budak pemberian Abdurrahman. Fatimah menerima kembali kalungnya dan membebaskan budak itu walaupun sebenarnya dia sangat membutuhkan seorang pembantu. Buah dari kedermawanan dan keikhlasan putri miskin ini telah menolong seorang pengembara miskin, membebaskan budak, dan mengembalikan kalung satu-satunya kepadanya.
Apakah Fatimah membenci dan berontak kepada ayahnya karena merasa telah dijerumuskan dalam kehidupan sulit ini? Tidak sama sekali! Sebaliknya, cintanya begitu besar kepada ayahnya karena dia sangat meyakini kebenaran dan kemuliaan prinsip ayahnya. Dialah putri yang dengan menangis dan penuh kasih membersihkan kotoran dari kepala ayahnya akibat lemparan benda najis musuh-musuhnya. Dia juga yang bersama ayahnya membersihkan kotoran-kotoran najis yang dilemparkan ke rumah mereka.
Fatimah pula yang menurut Aisyah RA paling menyerupai ayahnya dan paling dicintai ayahnya. Dia adalah putri yang menangis begitu pedih ketika menyadari malaikat maut telah mendatangi ayahnya, namun tersenyum bahagia ketika ayahnya membisikkan ke telinganya bahwa dialah anggota keluarganya yang pertama kali akan “menyusulnya.” Dialah salah satu wanita yang telah dinobatkan sebagai sebaik-baik wanita di seluruh jagad raya bersama ibundanya, Khadijah, Maryam, dan Asiyah…
Bisa jadi kehidupan Fatimah ini (dan juga ayahnya) dianggap sebagai sebuah kekonyolan oleh mereka yang memandang bahwa hidup di dunia adalah kehidupan yang sebenarnya. Dia memiliki banyak kesempatan untuk hidup lebih enak, tapi dia tak mengambilnya. Namun, mereka yang tahu bahwa kehidupan di dunia bukan titik akhir dari kehidupan ini akan kagum pada cara hidup Fatimah yang begitu luar biasa, dan bagaimana dia akhirnya mendapatkan ridha dan cinta dari Sang Pemilik Kehidupan ini karenanya.
So,,
Jelas sudah kan siapa wanita atau cewek atau perempuan yang seharusnya qta jadikan contoh? untuk para cowok nich,, masih kah mengharapkan Sang Ratu Sejagad? atau Sang Ratu Dunia?
Guys,
Inget hadits ini yah :
“Sebaik-baik wanita di alam semesta ada empat, yaitu Asiyah istri Fir’aun, Maryam putri Imran, Khadijah binti Khuwailid, dan Fatimah binti Muhammad.” (HR Bukhari & Muslim)
want to be like them?
wassalaam.....
0 comments:
Post a Comment